Baru-baru ini Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) Kementerian Pertanian (Kementan) tengah melakukan riset terhadap tanaman eukaliptus.
Mereka memanfaatkan minyak atsiri yang terkandung dalam tanaman eukaliptus dengan pengolahan destilasi up di laboratorium Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro). Hasilnya, cukup menjanjikan karena minyak atsiri perpotensi menjadi antivirus Covid-19.
Sebelumnya, penelitian awal mengenai manfaat minyak atisi pada tanaman eukaliptus telah dilakukan oleh Sharam dan Kaur pada jurnal “Eucalyptol (1,8-cinoele) from Eucalyptus Essential Oil a Potensial Inhibitor of COVID-19 Corona Virus Infection by Molecular Docking Studies“.
Melalui uji melocular docking, didapati bahwa senyawa 1,8-cineole mampu menghambat proses replika virus corona. Tidak berhenti di situ, pengujian lanjutan seperti uji in vitro juga dilakukan.
Hasilnya cukup memuaskan karena Eucalyptus sp mampu membunuh beberapa jenis virus hingga 100 persen. Hal ini seperti yang katakan oleh Kepala Balitbangtan Kementan Fadjry Djurfy, “Eucalyptus sp. yang kita uji bisa membunuh 80-100% virus mulai dari avian influenza hingga virus corona,” tutur Fadjry.
Ia juga menambahkan jika hasil tersebut bisa dilanjutkan ke penggunaan nanoteknologi untuk mendapatkan hasil produk yang lebih bagus. “Setelah hasilnya kita lihat bagus, kita lanjutkan ke penggunaan nanoteknologi agar kualitas hasil produknya lebih bagus,” sambung Fadjry.
Nanoteknologi diketahui mampu menghasilkan sediaan bahan aktif yang stabil dan meningkatkan efektifitas lebih bagus. Dari penelitian ini akan dihasilkan prototipe seperti balsem, minyak aromaterapi, dan inhaler.
Baca juga: Berkumur Air Garam Dapat Membunuh Virus Corona? Ini Faktanya!
Produk Telah Dipatenkan
Kementerian Pertanian telah mengajukan paten atas produk antivirus Covid-19 ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) pada 18 Mei 2020 dengan menggandeng PT Eagle Indo Pharma (Cap Lang) sebagai pihak pemasaran kepada masyarakat.
Berdasarkan UU 13 tahun 2016 tentang Paten setidaknya membutuhkan waktu hingga 56 bulan atau 4,5 tahun untuk menyelesaikan proses permohonan paten yang terdiri atas:
- Pemeriksaan administratif (14 hari).
- Masa tunggu (18 bulan).
- Pengumuman (6 bulan).
- Pemeriksaan subtantif (30 bulan).
- Sertifikat (2 bulan).
Meski begitu, Kasubag Humas DJKI Irma Mariana mengatakan jika akan ada percepatan maksimal enam bulan dalam pengurusan paten produk antivirus Covid-19 ini.
Bisa Digunakan Tanpa Paten
Dalam kondisi darurat atau mendesak yang terkait kesehatan maka pemerintah dapat menggunakan paten tanpa izin dari pemilik paten. Hal ini seperti yang tertuang dalam Perjanjian TRIPS pasal 31.
Selain itu, UU Paten No. 13 tahun 2016 juga mengizinkan pemerintah untuk menggunakan paten tanpa izin dari pemilik paten apa bila situasi yang mendesak.
Baca juga: